Kepala digunduli,
Melanglang buana,
Melanglang buana,
Mengemis kepada pepohonan bagi santapanku,
Debu menyelimuti tubuhku,
Dan pepohonan dan reruntuhan rumah saja tempatku berteduh,
Tiada duka maupun sukacita menyentuhku,
Tiada lagi aku jadi munafik kembali,
Takkan naik darah lagi,
Tak lagi aku berbicara kasar,
Tak lagi berpikir peperangan,
Tak mengejek orang lain,
Kan kujalani sisa hidupku,
Penuh gairah tanpa rasa takut,
Teguh berhati lembut,
Didekap dalam kebebasan kasih sayang,
Tak lagi membeda-bedakan anak-anakku dari anak-anak orang lain,
Bahkan cacingpun kan kurengkuh bagai anakku.
Hanya akan kuikuti langkahku kemana membawaku.
Wns, 28 April 2011
https://www.facebook.com/notes/r-yacob-christian-sihombing/dalam-catatanku-xxi/183078761744177
Debu menyelimuti tubuhku,
Dan pepohonan dan reruntuhan rumah saja tempatku berteduh,
Tiada duka maupun sukacita menyentuhku,
Tiada lagi aku jadi munafik kembali,
Takkan naik darah lagi,
Tak lagi aku berbicara kasar,
Tak lagi berpikir peperangan,
Tak mengejek orang lain,
Kan kujalani sisa hidupku,
Penuh gairah tanpa rasa takut,
Teguh berhati lembut,
Didekap dalam kebebasan kasih sayang,
Tak lagi membeda-bedakan anak-anakku dari anak-anak orang lain,
Bahkan cacingpun kan kurengkuh bagai anakku.
Hanya akan kuikuti langkahku kemana membawaku.
Wns, 28 April 2011
https://www.facebook.com/notes/r-yacob-christian-sihombing/dalam-catatanku-xxi/183078761744177
No comments:
Post a Comment