Thursday, December 1, 2016

ANTARA MERPATI, RUMAH DAN CINTA

Mengapa burung merpati bisa mengetahui jalan pulang ke rumah?
 
“Saya telah menemukan bahwa mereka menggunakan “bunyi infra” sebagai peta mereka. Dan ini akan menjelaskan mereka tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan rumahnya. Suara asli samudera, gelombang di laut, mempengaruhi mereka menciptakan suara diantara atmosfir dan Bumi”. (Prof. Bill Keeton)
 
Sepasang merpati akan mendampingi lambang cinta saat perayaan-perayaan yang berhubungan dengan cinta. Bahkan, pada abad pertengahan, orang-orang meyakini merpati memilih pasangannya di hari valentine, hari yang disakralkan oleh para pemuja cinta.
 
Dalam mitologi Yunani, merpati disejajarkan, beterbangan disekitaran, bersama Aphrodite, dewi cinta.
Merpati juga sebagai lambang kesetiaan dengan mewakili monogami dan kesetiaan dalam hubungan asmara, karena burung merpati cenderung setia tinggal bersama pasangannya. Merpati jantanpun ikut membantu menetaskan dan merawat anak mereka, hingga akan tersirat citra setia suatu hubungan.
 
Dalam olahraga perbalapan merpati, bahwa dari ketinggian 6.000 kaki lebih, dengan kecepatan terbang yang mencapai 92,5 km/jam, maka ia akan menukik, dan tepat sasaran, mengepakkan sayapnya pada merpati betina pasangannya.
 
Reputasi merpati sebagai simbol cinta begitu kuat, hingga pada syair-syair lagu:
 
“Burung saja terbang tak lupa pulang,
Ingat sangkar anak istri”.
 
Syair lagu, yang ditembangkan apik oleh Nia Daniati, salah satu pelantun lagu-lagu cengeng di era 80-90an. Ini memang adalah sebuah sindiran bagi kaum lelaki yang sering keluyuran malam, melestarikan kebiasaan yang mungkin tertunda di masa remajanya.
Khusus dua poin terbawah,
 
Apakah merpati betina-pun dapat dijadikan sebagai merpati balap? Dalam istilah yang sedikit populer, emansipasi merpati betina dalam perbalapan, merpati balap betina.
 
Lantas bagaimana, jika yang terjadi jika yang menyanyikan lagu Burungpun Ingat Pulang, adalah Obbie Mesakh atau pelantun lagu-lagu melankolis era lagu itu diciptakan. Tentu dengan syair yang sedikit dirubah,
 
“Burung betina saja terbang tak lupa pulang,
Ingat sangkar anak suami”.
 
Mungkinkah si merpati jantan dan merpati betina, mendengar “bunyi infra” memiliki kemampuan yang sama, untuk ingat sangkar, anak dan jantannya?
 
Atau mungkin merpati jantanpun tidak menunggunya untuk pulang, berbisik dalam hati, iya sudahlah, lungo o sak karepmu, terbanglah setinggi kau suka, tak perlu aku tanya kapan kowe bali, tak perlu aku meminta dang bali o.
 
CaBlaka 281015
 
https://www.facebook.com/notes/r-yacob-christian-sihombing/antara-merpati-rumah-dan-cinta/1039294946122550

Go Home

Yogya,

aku akan kembali kepadamu,

kota anak-anakku dilahirkan,
kota yang membuat aku dapat melanjutkan hidup,

Dengan senyuman orang-orang di dalammu,

aku jadi ikut tersenyum,
membuat hidupku dilimpahi oleh senyum,

sehingga,
akupun akan membesarkan anak-anakku dengan senyuman khasmu itu.

https://www.facebook.com/notes/r-yacob-christian-sihombing/dalam-catatanku-xi-go-home/164741200244600
12 Februari 2011
 

Twins Amore

Ku menapaki jalan ini...
Terasa begitu sulit,
Aku tak tahu apa yang hendak dicari.
Langkah ini terus saja membawaku pergi dari keramaian dunia, dan berakhir pada duniaku sendiri. ya dunia yang kubuat sendiri.. “khayalan”.

Akhh, kufikir itu bukan yang terbaik,
Kuputuskan untuk istirahatkan tubuh ini di sebuah Cafe, ya “cappuccino cafe”. Mungkin akan sedikit lebih tenang jika aku berada di sini, batinku.
Di tengah rintik hujan, ditemani dengan secangkir cappuccino coffee aku duduk di salah satu bangku bernomor 22, ya itu adalah angka kesukaanku.
“Ehmm.. wanginya aroma kopi ini”, ucapku.
Lalu aku mulai mengambil sebuah catatanku, ya bisa dibilang sebuah diary yang berwarna biru, kutuliskan tentang perasaanku pada diaryku...

Jakarta, 09 Juli 2014
Hei biruuu,
Kali ini aku akan menulis sedikit tentang perasaanku hari ini, aku tak tahu apa yang terjadi pada hatiku ini, aku bingung...
Mengapa aku tak bisa melupakan dia, dia yang kuharapkan sejak pertama kali bertemu tak pernah tau apa yang sebenarnya ku rasa...
Mengapa terasa sulit, sulit mengungkapkannya...
Andai saja dia tahu...

“Dona..”, seperti ada yang memanggilku.
Aku mencari sumber suara tersebut, tapi tak kutemukan siapapun.
“Mungkin hanya khayalanku saja”, pikirku.
Kulanjutkan secangkir kopi yang kupesan, tapi terdengar suara itu lagi, suara yang khas.
“Seperti kukenal pemilik suara ini”, batinku.
Kutoleh ke depan dan ternyata seorang lelaki telah berdiri di depanku.
Dialah yang selama ini kutunggu. Djoko..., ternyata dia ada di sini, aku tak tahu apa ini hanya kebetulan saja, atau para Dewa memang sudah mengaturnya, semoga saja.

“Sedang apa kamu di sini?”, tanyanya.
“Ah, aku hanya sedang menikmati suasana dingin dengan secangkir cappuccino panas, kamu mau?”, aku menawarkannya.
“Boleh, biar aku yang traktir”. pintanya.
Akhirnya aku dan dia menghabiskan waktu bersama, membicarakan hal yang menurutku indah.
“Don, temani aku ke suatu tempat yuk!”, ajaknya.
“Dengan senang hati”, Dona mengangguk yakin.
Akhirnya mereka sampai di sebuah tempat yang sangat ramai,
“Untuk apa kita ke sini?, seperti anak kecil saja” ucapku.
“Hahaha..., memangnya hanya anak kecil saja yang boleh ke sini, sudahlah ayo kita naik balon udara itu”, ajaknya.
Di atas sana ternyata pemandangan begitu indah, wahhh... tidak kusangka seindah ini jika dilihat di malam hari, bertabur bintang di hamparan langit luas. Aku tidak akan menyia-nyiakan momen ini, kuambil ponselku dan... zprattt.. zprettt... lumayan untuk kusimpan.
Rasa lelah melengkapi perjalanan kita hari ini, tak luput perasaan senang dan senyum di bibirku terus tersungging manis.
“Kau tidak merasa lelah?” tanya Djoko.
“Tidak, hari ini terasa menyenangkan untukku, oh iya terima kasih untuk hari ini” ucapku.
“Sudah, kau tak usah berterima kasih seperti itu, karena aku pun merasakan hal yang sama”, tersenyum kepadaku.

Kurebahkan tubuhku di atas ranjangku yang empuk, kutatap langit-langit yang bertabur bintang di langit kamarku, senyum ini tak bisa lepas dari bibirku... sekilas wajah Djoko yang kurus kerdil terbayang di otakku, hahaha... lucu sekali dia.
“Oh iya, di mana boneka itu?” ucapku.
Aku mencari cari boneka pemberian darinya, boneka berbentuk bintang. Itu memang kesukaanku,

Tiba-tiba…

zrttt-zrttt
“Siapa malam-malam begini menelfonku”, batinku.
“Hallo Dona, apa aku menggangumu?”, terdengar suara lelaki di seberang sana.
“Oh, iya tidak, ada apa?”, tanyaku bingung, karena tak ada angin, tak ada hujan dia menelfonku.
“Aku membutuhkanmu, aku tunggu kau di taman dekat rumahmu”,
“Ahh.. kenapa tidak…” belum selesai aku berbicara tapi telah terputus..
“Tuuutt…”, hah dasar nakal anak itu, seenaknya saja dia mematikannya, batinku.

Di Taman...
“Hoshh... hoshhh… ada... hosh... apa kamu... hoshh... menyuruhku... ke tempat ini...?” terasa lelah diriku karena terus berlari, mengingat ini sudah malam.
“Cepatlah duduk, ada sesuatu yang ingin aku katakan”, kata Bowo.
Hatiku jadi merasa tak tenang, mengapa dengan dia? apa yang ingin dikatakannya? membuatku penasaran saja.
“Kenapa kamu Don, capek?”, tanyanya. “Jelas saja aku capek, dia kan yang memintaku untuk segera menemuinya”, batinku.
“Don, sini duduklah disebelahku”, pintanya. Aku pun duduk mengikuti ajakannya, di samping badannya yang kekar layaknya bintang iklan susu buat para lelaki, walaupun memang sedikit buncit.
“Kau lihat bintang di atas langit sana?”
“Iya, memangnya ada apa dengan mereka?”
“Mereka begitu indah, apalagi bintang yang bersinar terang itu”, mengarahkan telunjuknya ke atas langit di sana.
“Kamu tahu mengapa aku mengajakmu ke sini?”, tanyanya, dan aku hanya diam sambil menggelengkan kepala.

I look up to the stars, hoping you’re doing the same”.
“Whattt? Apa maksudmu?”, tanyaku yang memang sebenarnya tidak tahu apa maksud dari ajakannya menyuruhku datang menemuinya.
“Mereka terlihat indah, dan… kamu tahu, satu bintang yang bersinar terang itu?” katanya sambil menunjuk ke atas langit sana.
“Bintang itu seperti dirimu, bintang yang selalu bersinar lebih terang di atas langit sana, yang menghiasi indahnya malam.” Jelas Bowo panjang lebar.
“Apaa? Apa katamu, aku? Apa kamu tidak salah”, Tanyaku tak percaya akan ucapannya tadi.
“Tidak, aku hanya ingin kamu bisa menemaniku malam ini untuk melihat bintang yang indah”.
“Kenapa harus aku?”
“Karena aku menyukaimu Dona,”

Seakan tak percaya dengan apa yang dibicarakan Bowo, Dona pun bangkit dari duduknya, dan pergi berlari. Tapi saat Dona akan berlari, Bowo menarik pergelangan tangannya.
“Tunggu Dona, kamu mau ke mana?”
“Sudah, lepaskan aku. Kamu pembohong, selama ini kita selalu bertengkar, kamu dan aku tak pernah akur. Kamu itu menyebalkan, kamu selalu menggodaku.”
“Aku begitu karena aku menyukaimu, jujur Don… selama ini diam-diam aku menyukaimu, aku mencari gara-gara padamu karena aku ingin mendapat perhatian darimu.”

Dona menangis, karena memang selama ini mereka selalu bertengkar seperti kucing dan anjing. Dan kenapa harus dia yang menyatakan cinta padanya, kenapa bukan Djoko, lelaki yang selama ini dia sukai.
“Dona, kamu jangan menangis seperti itu, aku tahu kamu tak menyukaiku, tapi satu hal yang aku pinta darimu, jangan kamu membenciku, dan tetaplah tersenyum seperti ini.” Bowo menunjukkan senyum simpulnya pada Dona.
Malam itu pun berlalu, Dona pulang dan mengistirahatkan dirinya dengan perasaan yang penuh rasa bimbang, sebenarnya memang ada rasa di hatinya untuk Bowo, tapi rasa cintanya pada Djoko lebih besar.

Begitu pula dengan Bowo, ada rasa senang di hatinya karena telah mengungkapkan apa yang dia rasakan.

Bagaimanakah dengan Dona? Apakah dia akan menerima cinta Bowo, ataukah dia akan menyatakan cintanya pada Djoko?
Memang diakuinya bahwa Bowo adalah tipe lelaki idaman para wanita seantero jagad. Nama lengkapnya saja masuk dalam bibit, bobot dan bebet sebagai lelaki idaman setiap wanita, di samping gelimangan harta yang mungkin saja asal usulnya dari nenek moyangnya. Atau mungkin dari nenek moyangnya yang bergelar Notonogoro. Namun ada selaksa ragu, Bowo yang gemar bertengkar dan selalu akrab dengan kekerasan.

Di lain sisi, “hatiku adalah milikmu Djoko…”, gumamnya. Ia telah terpaut pada sesosok kurus kerempeng bernama Djoko, yang mungkin lahirnyapun dari pohon bambu, sesosok lelaki dari masyarakat kebanyakan dan tidak memiliki garis bibit, bobot dan bebet sebagai idaman wanita. Hingga ia menuliskan sebait puisi pada diarynya:

Hembusanmu,
Ketika angin berada di sisiku...
Terkadang tak kusadari,
Karena ia berhembus dengan kasihnya hingga ku terbuai...
Ketika angin itu beranjak dariku,
Kusadari betapa ia kubutuhkan,
Kini kurindukan ia dengan segala keterbatasanku,
Dan ketika mentari kulihat...
Sampai senja datang,
Hingga bulan dan bintang, rukun hiasi langit malam,
Ku yakin ia akan datang,
Hembuskan kasihnya kembali,
Andai saja dia tahu,
Betapa menumpuknya rasa cinta ini,
Rindu yang tak terbendungkan dalam sanubari…
Kan kutitipkan seluruh rasa di pundak burung cicit,
Bersemangatlah menerima rindu yang selalu bangkit.

https://www.facebook.com/notes/r-yacob-christian-sihombing/twins-amore/783407678377946
25 Agustus 2014 

Cinta Segi Tiga di PeTA eRepublik

“koeprets masuklah, masuk angin kau nanti.”
“ah... sedang merasa tak nyaman di dalam, biarlah kudinginkan pikiran ini dulu“

Kali ini sudah batang rokok yang ke empat yang diambil dan dibakarnya. Sambil menikmatinya dengan satu hisapan dalam dan mendalam, dan dihembuskannya secara perlahan namun seolah kekesalannya dihembuskannya juga bersamaan dengan kepulan asap rokok.

Pikirannya masih kacau, dan emosinya masih belum mereda. Entah karena memang merasa tidak terima atau sikap dari orang yang dicintai dalam diamnya yang menyulut api cemburu. Dirinya yang semenjak awal memang sudah dikaguminya, dan kemudian diam diam dicintainya. Namun apa daya jikalau kenyataannya tidaklah seperti apa yang dibayangkan sebelumnya. Sampai akhirnya berujung pada pagi hari ini, sebuah surat yang isinya sungguh bagaikan petir menyambar jelang hujan deras. Bukan surat penolakan, bukan pula surat peringatan, melainkan sebuah surat pemberhentian tugas, dan pencopotan jabatan yang cukup mentereng.

Tak bisa dipungkiri, keahlian dan kecakapan koeprets memang menjadikannya pantas untuk memegang jabatan comander dalam kesatuan tugasnya di PeTA. Namun terkadang satu sisi kelemahan koeprets yakni urusan hati yang acap kali membuatnya gelap mata, kali ini menjadi boomerang bagi karirnya. Tindakan yang diambilnya karena kecemburuan itulah yang menjadi awal mula kesialan bertubi bagi dirinya.

“woi prets, kemari lah kau, ngapain pula kau diluar sana?”

Kembali lagi sahutan suara itu terdengar dari dalam barak barisan PeTA, dan kembali lagi koeprets mengacuhkannya dan larut dalam lamunan dan penyesalannya sendiri.

“Dia memang lucu, pantas dicintai..., tapi kenapa harus theant?”

Pelan namun terdengar jelas dari mulut koeprets yang menyebutkan sebuah nama gadis yang selama beberapa bulan terakhir ini memang sering nampak di markas komado kesatuan PeTA. Gadis periang yang hampir tak pernah ada kata kesedihan ataupun keheningan jika ada dirinya. Bahkan koeprets pun mendapatkan sebuah panggilan khusus, yang awalnya tidak disukainya, namun lama kelamaan jadi terbiasa dengan panggilan itu.

“kumendan kuplet...”

Seminggu tidak ada lagi panggilan itu di hari hari koeprets. Satu hal yang sebenarnya koeprets rasakan mulai hilang sebagai bagian hidupnya. Padahal dirinya sendiri yang menjadikannya menghilang. Seminggu yang lalu, hanya karena rasa cemburunya dikeluarkannya theant dari kesatuannya. Dan kini dirinya mulai merasa menyesal telah melakukan sebuah kesalahan dalam mengambil keputusan.

Semuanya bermula dari suatu malam, saat dirinya baru saja menyelesaikan berita acara penugasan kesatuan. Begitu keluar dari ruangannya, dadanya terasa begitu sesak melihat apa yang terjadi di hadapannya. Dilihatnya theant dengan sikap cerianya tengah berduaan dengan salah seorang senior yang begitu dihormati dan dikaguminya, si_petung. Keduanya nampak begitu intim meskipun mereka hanya duduk bersebelahan dan mengobrol bersama. Theant dengan canda tawanya dan si_petung dengan pesona dan wibawanya.

Bisa dibilang kecemburuannya tidak beralasan, sampai saat ini pun si_petung dan theant masih belum ada kejelasan hubungan antara keduanya. Theant yang memang sangat mudah untuk dekat dengan siapapun mungkin juga akan berlaku sama pada orang lain, tak hanya si_petung. Namun koeprets tahu jikalau memang si_petung pernah mengakui dirinya menaruh hati pada theant. Keberadaan theant cukup memberikan perubahan warna pada keseharian kehidupan kesatuah PeTA. Hal inilah yang dijadikannya pembenaran niatannya untuk menjauhkan theant dan si_petung. Sampai pada akhirnya dirinya kalap untuk yang kesekian kalinya melihat theant dan si_petung berdua dan berakhir pada pemberhentian tugas theant yang dikeluarkan oleh koeprets secara langsung.

“APA YANG KAU LAKUKAN? ADAKAH ALASAN YANG LEBIH SERIUS DARIPADA INI HANYA KARENA ALASAN TAK MASUK AKAL MACAM BEGITU KAU KELUARKAN THEANT DARI KESATUAN? DASAR KEONG!!!”

Ruangan komandan yang biasanya sepi tiba-tiba terdengar suara bentakan, namun bukan suara keras koeprets, melainkan suara Si_Petung. Koeprets tak berani membantah, tak dapat menjawab, perasaannya kacau dan merasa tak terima, namun dikarenakan memang perbedaan senioritas menjadikannya diam.

“MULAI SEKARANG, TAK ADA LAGI YANG MEMANGGILMU KOMANDAN KOEPRETS! KESATUAN INI KUAMBIL ALIH KEMBALI, TAK PANTASLAH SEORANG PIMPINAN BERSIKAP MACAM KAU! KEMASI BARANG BARANG KAU SEGERA! KEMBALI KE BARAK, BERGABUNG DENGAN ANGGOTA YANG LAIN!!”

Koeprets pun tertunduk lesu, langkahnya gontai, namun sorot matanya menunjukan ketidak terimaan yang sangat. Dirinya masih merasa apa yang dilakukannya tidaklah salah. Dia hanya ingin si_petung seniornya tidak terlalu dekat dengan gadis yang bernama theant. Bukan karena koeprets menyukai theant, namun karena dalam diamnya koeprets mencintai si_petung senior yang sangat dikagumi dan dipujanya.

Aku tak akan pernah merasa sekacau ini jikalau kau memang hanya menginginkan jabatan itu tidak padaku lagi, namun karena seorang wanita kemudian kau membentakku, seolah merusak rasa kagumku padamu, menghentikan semua cinta yang kupendam untukmu, rasanya jauh lebih menyakitkan daripada tertusuk puluhan bayonet di bagian tubuhku. Aku tidak bisa untuk tidak mencintaimu...


By: CaBlaKa

Day 1,619, 10:25

https://www.facebook.com/notes/r-yacob-christian-sihombing/cinta-segi-tiga-di-peta-erepublik/800254766693237
25 Agustus 2014

KETIKA SI TOGOG KEBAKARAN JENGGOT

. . .

"Edan ......gawat bener-bener gawat.......", cerocos Togog, mengoyak kenyamanan tidur Kiai Semar.
"Hhhuuua.....ada apa sih Gog, ganggu orang tidur aja.....", tanya Kiai Semar sembari membenahi posisi tidurnya yang terusik suara parau si Togog.

" Edan pokoknya edan Ki ....... masa' itu tuh ......edan.....", sengit Togog.
" Edan opo toh Gog? edan gundulmu, gawat udelmu .........ngomong yang jelas ", Kali ini Kiai Semar benar - benar mulai bersungut - sungut tapi tetap mencoba untuk mengatur emosinya agar tidak tertular kepanikan si Togog yang nggak tahu kena setan dari mana dia, nyerocos ngalur ngidul.

"Gini mbah..."
"Mbah udelmu bodong ....."
" Sorry Ki, apa nggak edan coba? masa' Bima mau nyalonin diri jadi presiden Ngastinapura nglangkahi hasil syuro para pandawa dan sesepuh yang hanya merekomendasikan Yudhistira, bakal calon presiden Ngastinapura. Coba Ki, apa nggak edan? "

" Lho yang jadi masalah apa Gog? sampe kau bela-belain panik kaya gitu...?"
"Gimana sih Ki, malah tenang-tenang aja....."
"Trus disuruh ngapain? teriak-teriak kesetanan kaya kamu.....?"
"Ya nggak papa teriak-teriak asalkan itu memang yang harus dilakukan, sebagai wujud keresahan atau lebih tepatnya kepedulian.....", elak Togog.

"Kepedulian yang aneh ...... apa kau kira sebuah kepedulian tidak bisa bersemayam di dada dalam keheningan, kebisuan, bermesraan dengan kesunyian, mengendapkan hati, berfikir jernih .....", terang Kiai Semar sok filosofis.

" Yowis, pokoknya gawat..... dan Kiai Semar selaku sesepuh yang disegani oleh majelis syuro Ngastinapura harus bertindak ......", Togog mulai kumat lagi.
"Bertindak gimana, disuruh ngapain aku, lagian masalahnya di mana, wong Bima yang ngajuin diri jadi presiden, kok kamu yang repot, atau jangan-jangan kamu iri ya, pengin juga nyalonin diri jadi presiden?,  ya udah nyalonin sana ....", tanya Kiai Semar sembari tidur-tiduran.
"Kiai Semar Edan ....."
"Udah tahu gitu he...he..."

"Gini Ki, mana itu persatuan jamaah? mana itu ketsiqo-an jundi? mana itu materi -materi adabul jamaah, qiyadah wal jundiyah, mana? kalo untuk masalah pilih-memilih presiden aja kita udah terpecah belah? apa semua materi dauroh-dauroh itu menguap sedemikan rupa? hingga sekarang kader dakwah kita hanya memahami aktivitas ini tidak lebih sebuah karier? Jabatan, sebuah amanah, menjadi rebutan? gawat kan? ini tidak sekedar masalah pemilihan presiden Ngastinapura periode ini,  bisa jadi ini yang terjadi di bawah dan kalo seperti itu berarti nasib buruk sudah menimpa jamaah ini......",cerca Togog.

"Jangan sok generalis dan reaksioner kaya gitu dong Gog, pilah-pilih dulu masalahnya apa? berfikir out of box-lah....", Kiai Semar sok Intelek.
" Trus gimana.......?", Togog mulai tenang tapi guratan emosi masih nongol di wajahnya yang memang tidak bisa dibilang enak dipandang.

"Ya berfikir lah dari sisi lain... berfikir lah dari sudut pandang Bima misalnya (tepa saliro), coba bayangkan bagaimana perasaan Bima waktu tahu kalo pada akhirnya  Yudhistira yang akhirnya dicalonkan oleh jamaah sementara saat Bima dan para pandawa yang lain, kecuali Yudhistira, berjibaku menjaga Ngastinapura dari tangan-tangan jahil dan kejahatan Kurawa dan kroco-kroconya, dimana Yudhistira coba? dia lagi khusyuk tapabrata di puncak gunung Kawi. Wajar kan secara manusiawi kalo Bima merasa lebih layak? lebih mampu secara pengalaman dan pengamalan? lebih berjasa dan patut untuk dicalonkan? minimal dengan pencalonan dia, baginya mungkin itu adalah sebuah "reward" untuk pengorbannya, apalagi secara personal pencalonannya sebagai bakal calon presiden Ngastinapura merupakan hak asasi manusia, Bima manusia, seperti kita; seneng nasi pecel Mak Dami, rawon mbak Sundari, nasi goreng magelangan mbak Yuli, kopi joss cak Nari,  dan kenikmatan-kenikmatan dunia lainnya termasuk sebuah kepopuleran, sebagai seorang manusia Bima punya keinginan-keinginan dan dari keinginan-keinginan itu Bima serta kita semua punya jatah manusiawi keinginan itu dilabeli salah dan benar dan kini tiba giliran keinginan Bima kita labeli salah", urai Kiai Semar membuat dua alis Togog bertaut.

"Kok Kiai Semar jadi mbelain Bima? orang yang mbalelo? insilakh.....", Togog belum puas.
"Bukan membela, dalam konteks jamaah, Bima memang salah, tapi menyadari sisi manusiawi seseorang betapa pun ia seorang kader tulen, yang tingkat track record-nya tidak diragukan lagi, untuk dijadikan pertimbangan menyikapi suatu masalah adalah suatu keniscayaan...", lanjut Kiai Semar.
" Trus Gimana? kita harus bangga dengan sikap Bima? dan ikut-ikutan dukung Bima? kalo dasar pertimbangannya karena siapa yang berjasa, banyak yang berjasa dan lebih mampu untuk mencalonkan diri; arjuna, nakula, sadewa, petruk, gareng, atau siapa pun yang tidak ingin Kurawa berkuasa di bumi Ngastinapura. Selain itu belajar dari siroh, bukankah kebesaran Kholid bin Walid RA sebagai panglima perang muslimin yang tidak terkalahkan tidak membuat ia mutung, ngambeg, bughot saat Umar bin Khotob RA memecatnya dalam suatu peperangan ....?"
"Bukan gitu, sekali lagi dalam konteks jamaah, Bima memang salah Gog, dan kalo berhenti pada vonis salah maka kita telah mendholimi Bima", jawab Kiai Semar.
"Mbulet.....", Togog tidak puas.

"Dukungan kita dan kader-kader yang lain wajib kepada Yudhistira, sekali lagi kepada YUDHISTIRA, cuman untuk menyelamatkan Bima, agar tidak terlampau jauh dengan pilihanya yang salah, maka langkah pertama yang harus kita lakukan adalah dengan memahami keputusan Bima dari banyak angle  yang sementara ini kita anggap salah tersebut, sehingga langkah-langkah persuasif kita tidak dengan mindset  bahwa Bima mutlak salah, sehingga penyelamatan itu berbahasa hati dan ingatlah bahwa hati hanya bisa menerima sesuatu yang berasal dari hati juga, bahasa kerennya menggugah sisi afeksi  Bima. Kalo kau tanya kenapa kita harus menyelamatkan Bima juga, "rival" kita, maka kamu harus surut ke belakang untuk memahami hakekat aktivitas jamaah ini sebelum berkoar-koar memvonis orang...", urai Kiai Semar sembari tak henti-hentinya menguap.

" OK, sepakat .....berarti tugas kita sekarang lebih me-"rakyat bawah"-kan Yudhistira agar bisa diterima semua kalangan sehingga Yudhistira sukses untuk jadi presiden Ngastinapura, dan soal Bima semua kader harus menjadikannya sebuah ibroh bahwa aktivitas ini adalah aktivitas dakwah yang menafikan orientasi - orientasi selain untuk ALLOH Azza wa Jalla.....bukan gitu Ki.....Kiai semar.....?!!!".

" ZZZZZZZ BREWWWWRRRRRR.........."

"Dasar Semar gembul, semprul,........ngorok lagi ........", kata Togog sambil berlalu pergi.
.  .  .

Dari, Nol Kilometer


CANGKEM-NYA SI TOGOG

. . .

Aku adalah Togog,
penasehat para raja penguasa,
Meski mereka selalu beraroma angkara murka,
Aku terus bertutur meski mulutku berbusa,
Berkata kebenaran di depan penguasa adalah jihad mulia.

Sinuwun, kekuasaan menjadikan kronimu memperkaya diri,
Tetapi rakyat bukan lagi makhluk yang gampang dikelabui,
Rakyat kini lebih peka mata, telinga dan hati,
Mengkhianati rakyat adalah kebiadaban paling keji.

Sinuwun, akulah pemberi nasehat dengan segudang ilmu,
Tolong, jangan bodohi rakyat dengan wajah memelasmu,
Menjual kata fitnah untuk menutupi karakter peragu,
Membentengi para maling untuk menghilangkan malu.

Sinuwun, lihatlah parade rakyat yang benci perampok,
Karena narapraja berkomplot membuat hukum berbelok,
Menjual kehormatan karena rayuan uang segepok,
Lalu mencari oknum untuk dijadikan biang kerok.

Sinuwun, jangan engkau buat rakyat semakin bingung,
Pemimpin bangsa harus tegas, jangan mirip orang linglung,
Raja adalah khalifah Tuhan Yang Maha Agung,
Kalau engkau linglung, lebih baik engkau menjadi mBilung.

Sinuwun, tegakkan keadilan di jalan yang benar,
Karena penderitaan tak bisa membuat rakyat selamanya sabar,
Kesejahteraan harus mewujud, nyata, tak hanya samar-samar,
Kalau engkau benar, engkau akan disegani seperti Semar.

Sinuwun, jangan menebar ketakutan seperti pocong,
Hentikan adu domba, bungkamlah omong kosong,
Buktikan jika engkau bisa mengadili para garong,
Bila hanya omong kosong, engkau tak lebih baik dari Bagong.

Sinuwun, bersihkan istanamu dari golongan celeng,
Karena mereka itu perusak, mereka itulah pencoleng,
Durjana itu hanya membuat wajahmu jadi tercoreng,
Jika engkau oleng, engkau tak lebih baik dari seorang Gareng.

Sinuwun, lamat-lamat terdengar rakyatmu mengutuk,
Kecurangan telah membuat bendera negeri ini tertunduk,
Namun ketertindasan bisa membuat rakyat mengamuk,
Bila hanya bisa mabuk, engkau lebih rendah dari seorang Petruk.

Aku hanyalah Togog, tetapi aku bukan orang goblog,
Sinuwun, jangan hambat rakyat menulis aspirasi di blog,
Karena kinerja dewan wayang kini dinilai jeblog,
Jika engkau ikut-ikutan goblog, akau akan berhenti menjadi Togog.

. . .


Dari, Nol Kilometer

https://www.facebook.com/notes/r-yacob-christian-sihombing/cangkem-nya-si-togog/709453485773366
11 Maret 2014

06 September 2012

Mampukah, aku yang tidak sempurna, juga dirimu yang tidak sempurna, menciptakan sebuah kesempurnaan bagi kita dan anak-anak kita saja?

Kadang aku ragu akan ketidak-sempurnaanku sebagai suami, sama ragunya aku pada ketidak-sempurnaanmu sebagai istri. Kau tau, bahwa aku pada saat itu masih sedang dipengaruhi oleh tabiatku, juga oleh ulah teman-temanku yang sungguh keterlaluan menuang minuman itu di gelasku pada saat malam melepas masa lajang. Dunia masih berputar di otakku hingga saat di depan Romo Sri, untuk sekedar mengatakan "aku menerimamu sebagai istri dalam suka maupun duka, hingga kematian memisahkan kita". Hingga saat ini, ternyata duniapun masih tetap berputar, melewati hari, minggu, bulan hingga tahun yang kita lewati bersama ataupun  saat kau di sana aku di sini.

Untuk apa aku menjadi sempurna bagimu, dan kau sempurna bagiku? Apakah hanya membuktikan bahwa terlalu banyak kekurangan yang kau temukan dalam diriku, makin banyak kekurangan yang aku dapat di dalam dirimu?

Maaf atas segala ketidaksempurnaanku.

Untukmu: Veronica Septiana Kristianti....

https://www.facebook.com/notes/r-yacob-christian-sihombing/06-september-2012/442357675816283
6 September 2012

MENJADI BANCI

Tuankah bidadari dari kahyangan,
Wahai putri yang cantik,
Yang bagiku sama dengan ibuku,
Benar aku memandangimu ketika sedang menari,
Tetapi dengan satu alasan,
Tidaklah tepat jika ada perasaan-perasaan lain selain perasaan pada seorang ibu.

Aku bidadari,
Aku menikmati kemerdekaan yang sempurna,
Banyak bapak, anak dan cucu yang telah menikmati tubuhku,
Tanpa merasa terkena dosa,
Jangan kau usir aku,
Aku cinta padamu,
Terimalah aku.

Dengarlah,
Bagiku kau seorang terhormat,
Pandanglah aku sebagai anakmu,
Aku bersila di depan kakimu.

Karena kau menolak seorang gadis,
Yang datang kepadamu,
Dan juga karena didorong rasa cinta kepadamu,
Seorang perempuan yang dilanda asmara,
Kau akan menjalani hari-harimu tanpa menimbulkan berahi pada perempuan,
Mati pucuk,
Dicemooh.

Jangan khawatir,
Kutukan itu akan menolongmu pada tahun ketigabelas pembuanganmu,
Menjadi seorang banci sebelum kembali menjadi manusia wajar.
 

Wns, 28 April 2011

https://www.facebook.com/notes/r-yacob-christian-sihombing/dalam-catatanku-xxiii/183079048410815
30 April 2011

MAAF


Benarlah, bahwa kasih sayang membinasakan yang satu, menolong yang lain,
Tetapi amarah yang dikendalikan mendatangkan hasil yang terbesar,
Amarah yang dipupuk mendatangkan keruntuhan,
Amarah ialah kesia-siaan,
Meniadakan surga,
Bagaimana dunia akan berjalan,
Jika pahit getir melahirkan pahit getir,
Jika hinaan dibalas dengan hinaan,
Kebencian dengan kebencian,
Jika bapak mencurigai anak,
Anak mencurigai bapak,
Jika tiada lagi saling percaya.

Memaafkan adalah satu-satunya kebaikan,
Memaafkan adalah pengorbanan,
Memaafkan adalah adat istiadat,
Memaafkan adalah kebenaran,
Memaafkan adalah penebusan dosa,
Ialah kesucian,
Memaafkan menjaga keutuhan dunia.

Janganlah membujukku untuk tidak memaafkan,
Memaafkan dan kelembutan adalah kearifan.

Wns, 28 April 2011

https://www.facebook.com/notes/r-yacob-christian-sihombing/dalam-catatanku-xxii/183078898410830
30 April 2011

AKU MENGENDALIKAN NAFSUKU

Kepala digunduli,
Melanglang buana,
Mengemis kepada pepohonan bagi santapanku,
Debu menyelimuti tubuhku,
Dan pepohonan dan reruntuhan rumah saja tempatku berteduh,
Tiada duka maupun sukacita menyentuhku,
Tiada lagi aku jadi munafik kembali,
Takkan naik darah lagi,
Tak lagi aku berbicara kasar,
Tak lagi berpikir peperangan,
Tak mengejek orang lain,
Kan kujalani sisa hidupku,
Penuh gairah tanpa rasa takut,
Teguh berhati lembut,
Didekap dalam kebebasan kasih sayang,
Tak lagi membeda-bedakan anak-anakku dari anak-anak orang lain,
Bahkan cacingpun kan kurengkuh bagai anakku.
Hanya akan kuikuti langkahku kemana membawaku.

Wns, 28 April 2011

https://www.facebook.com/notes/r-yacob-christian-sihombing/dalam-catatanku-xxi/183078761744177
30 April 2011