Dulu saya punya langganan depot jamu. Ini saya tuliskan bukan untuk promosi. Tidak keharusan buat saya utk membantu market mereka. Tapi secara moral, karena saya pemasok 50% bahan2 jamu ramuan mereka, saya membantu mengarahkan teman2. Dengan harapan agar barang saya juga semakin deras perputarannya di venue tersebut.
Tapi bukan itu yg paling inti sebenarnya. Kebiasaan saya minum jamu di venue tersebut hingga kini sesuatu yg tak terlupakan. Diracik oleh bartender kelas kapal pesiar. Saya juga ikut memberi bonus kepada bartender tsb bila penjualan setiap bulannya meningkat. Hitung2 uang lelah dia membuat formula. Sehingga minuman yang bagi orang awam sangat pahit, bisa hilang rasa pahitnya di mulut ketika meminumnya, black magic.
Malam itu, entah berapa sloki jamu yg sudah saya minum, saya sudah tidak menghitungnya. Ini bisa terjadi, krn saya mmg memiliki free pass, baik tiket masuk maupun semua produk dari depot jamu tersebut.
Biasanya kalau sudah kondisi demikian, apalagi kalau saya sudah terjungkal dari kursi bulat yang saya duduki, security atau juru parkir venue tersebut akan berebut dan sibuk mengantarkan saya sampai ke kediaman saya.
Tapi kali itu, saya sengaja mengendap2 masuk, tanpa ada di antara security maupun juru parkir yg mengetahui saya masuk. Pulangnya pun saya tidak ingin mereka ketahui, karena saya jengkel, informasi mengenai seringnya saya minum jamu di situ, ternyata mereka jual ke kakak pertama saya. Sehingga segala bentuk hubungan, baik hubungan kekeluargaan maupun bisnis sudah diblokir oleh beliau.
Yg terakhir saya dengar, nama saya sudah di-tip-ex dari struktur organisasi. Padahal semua orang mengetahui, bahwa sayalah putra mahkota organisasi ini, yg kelak menggantikan dia sebagai ketua.
Bagi saya tidak masalah, krn saya sdh pernah jadi ketua, walaupun hanya wakil ketua angkatan. Yg penting ada embel2 ketua.
Akhirnya jadilah saya pulang sendiri. Tapi sebelumnya sdh saya pesan si mbah melalui HP saya. "Mbah, saya mau pulang..." Kemudian si mbah menjawab, "tolong ucapkan tujuanmu kisanak..."
Kemudian saya mengucapkan alamat tempat tinggal saya. Dengan sedikit terhuyung2, saya naik ke atas sepeda motor saya. Sampai di perempatan ringroad, si mbah menyapa saya, "silahkan ambil jalur lambat..."
Kalau sudah menjelang pagi, jalanan sudah sepi, saya biasanya akan mengambil jalur cepat, kemudian memacu kendaraan sekencang-kencangnya. Pokoknya seperti gayanya Marc Marques idola saya itulah...
Belum juga saya menarik gas, si mbah mengingatkan saya kembali, "silahkan ambil jalur lambat..."
Setelah saya tarik gas, si mbah tiba2 memperbesar suaranya, "Dengan cara bagaimana meyakinkan anda agar mengambil jalur lambat???"
Akhirnya saya tersadar, "Injih mbah, kulo ngrungokake..."
No comments:
Post a Comment