Tuan mendalilkan, bahwa merayakan tahun baru dengan terompet, adalah pemubajiran, adalah kawannya setan.
Apakah dalam hal ini, tuan ingin membaptiskan diri tuan sendiri adalah teman, minimal cs-nya Tuhan?
Dengan membeli terompet bagi kedua anak saya, juga buat istri saya
yang memang sedang keranjingan dengan terompet, apakah tuan ingin
mengatakan bahwa saya telah melakukan tindak pidana pemubajiran, dan
penelantaran anak dan istri, dengan dalil bahwa setelah membeli terompet
maka anak-anak dan istri saya tidak bisa saya beri makan?
Ataukah tuan sedang memproduksi keberisikan, ketegangan, dan keriuhan pada diri sendiri. Sebuah pseudo,
bayang-bayang semu serupa kegentaran pada hantu di dalam pikiran tuan
sendiri, sampai tuan menjadikannya benar-benar ada, sampai hantu itu
seakan benar-benar ada di kamar tuan, lalu tuan berjuang mati-matian
untuk menaklukkannya, sembari menepuk dada bahwa tuan adalah pahlawan
kebenaran.
Akh, buat apa pula berdebat dengan tuan dan dalil-dalilnya.
Mencari siapa pencipta trompet adalah resolusi yang paling mendesak di tahun baru ini.
https://donsagundoagemosgaramos.wordpress.com/2016/01/04/apa-persoalan-tuan-dengan-terompet/
Posted on
Blog ini berisi koleksi lagu, tulisan dan apa saja yang pantas dishare. No SARA.
Thursday, December 1, 2016
Belahan Jiwa . . .
Tak sadar pada langit kamarku, kulukis kau di situ
Waktu yang berlalu, dan jarak masih saja terbentang
Penamu bicara, menembus ruang menyapa sukmaku
Mendesah lembut angin membawa butiran hati lara
Ternyata meraih kesempatan, tak semudah kusangka
Kau setia menunggu lelaki kecil menantang hidup
Kau sertakan do’a, seolah mantra menjelma nafasku
Memendam tanya seg’ra terucap
Belahan jiwa apa kabarmu
Kuharap s’lalu tetap kau jaga
Tumbuhan cinta yang di ladang kita …
Kau setia menunggu lelaki kecil menantang hidup
Kau sertakan do’a, seolah mantra menjelma nafasku
Memendam tanya seg’ra terucap
Belahan jiwa apa kabarmu
Kuharap s’lalu tetap kau jaga
Tumbuhan cinta yang di ladang kita
Aku … jauh di sini menggapai cita
Hingga … satu saat pasti ku kan kembali
Kan kujemput dikau Sang Putri, pada saatnya nanti
Berkereta kencana kubawa pergi, ‘tuju istana di sana ku bertahta
Memendam tanya seg’ra terucap
Belahan jiwa apa kabarmu
Kuharap s’lalu tetap kau jaga
Tumbuhan cinta yang di ladang kita
Aku … jauh di sini menggapai cita
Hingga … satu saat pasti ku kan kembali
https://donsagundoagemosgaramos.wordpress.com/2015/04/30/b-e-l-a-h-a-n-j-i-w-a/
Posted on
Ternyata meraih kesempatan, tak semudah kusangka
Kau setia menunggu lelaki kecil menantang hidup
Kau sertakan do’a, seolah mantra menjelma nafasku
Memendam tanya seg’ra terucap
Belahan jiwa apa kabarmu
Kuharap s’lalu tetap kau jaga
Tumbuhan cinta yang di ladang kita …
Kau setia menunggu lelaki kecil menantang hidup
Kau sertakan do’a, seolah mantra menjelma nafasku
Memendam tanya seg’ra terucap
Belahan jiwa apa kabarmu
Kuharap s’lalu tetap kau jaga
Tumbuhan cinta yang di ladang kita
Aku … jauh di sini menggapai cita
Hingga … satu saat pasti ku kan kembali
Kan kujemput dikau Sang Putri, pada saatnya nanti
Berkereta kencana kubawa pergi, ‘tuju istana di sana ku bertahta
Memendam tanya seg’ra terucap
Belahan jiwa apa kabarmu
Kuharap s’lalu tetap kau jaga
Tumbuhan cinta yang di ladang kita
Aku … jauh di sini menggapai cita
Hingga … satu saat pasti ku kan kembali
https://donsagundoagemosgaramos.wordpress.com/2015/04/30/b-e-l-a-h-a-n-j-i-w-a/
Posted on
Kesan di . . .
Kadang Aku,
Masih Saja Mencari Bayangan Dirimu,
Rasa Rindu,
Yang Tak Pernah Kan Hilang Walau Ditelan Waktu
Kadang Saat Kemaraupun Hujan,
Kadang Malam Tak Berbintang,
Apakah Mungkin Yang Kurasakan,
Akan Jadi Kenyataan
Seakan Matamu Bicara,
Yang Tak Mampu Untuk Berkata,
Jangan Biarkan Kutersiksa,
Terlena Tak Berdaya,
Di Antara Kesan Di Matamu
https://donsagundoagemosgaramos.wordpress.com/2014/10/11/kesan-di/
Posted on
Hasrat . . .
Duka, rasa takut merundung setiap hari,
Yang bodoh dilandanya,
Tak pernah yang arif,
Manusia tak pernah memiliki delapan sifat yang baik,
Penyakit, daya upaya, tamak dan sentuhan dengan benda-benda penyebab rasa nyeri,
Semua menjadi sebab penderitaan.
Ada obat penyembuh penyakit,
Dan kendali ketamakan,
Kata dan benda-benda manis menyelesaikan.
Bagaikan batang baja pijar dimasukkan dalam air,
Pikiran gelisah menikam dalam tubuh,
Air memadamkan api,
Pengetahuan menyejukkan pikiran,
Pikiran tenang,
Tubuhpun santai,
Hasratlah akar segala jadi,
Hasrat membiakkan cinta pada benda-benda duniawi,
Hasrat membiakkan rasa takut,
Laksana api kecil dimasukkan dalam tunggul,
Bergerak menyala,
Membakar akar.
Hasrat, betapa kecilpun,
Tumbuh melahap kebaikan,
Melarikan diri bukanlah menyangkal,
Tapi dialah yang menetap di dunia dengan pandangan jernih.
Hasrat bukanlah sahabat maupun harta,
Hasrat bahkan bukan dirimu sendiri.
Pengetahuan adalah pemadam hasrat terbesar,
Pengetahuan ialah daun mahkota teratai.
Ganaslah haus akan hasrat,
Bagai cacing di dalam hati,
Bagai batang kayu menyala menyantap diri,
Hasrat melalap jiwa,
Laksana hidup takutkan mati,
Kekayaan membikin raja, pencuri, air, api, dan kekerabatan,
Dilanda rasa takut.
Bagaikan umpan di udara dimakan oleh burung-burung,
Di tanah oleh hewan,
Di air oleh ikan.
Harta disantap oleh nasib,
Bagaikan kelekatu dimakan api,
Karena mencintai cahaya.
Manusia jatuh ke dalam godaan,
Digerakkan oleh hasrat,
Ia berputar bagaikan roda,
Tiada hentinya berputar,
Kelana dari penitisan ke penitisan,
Tak kenal diri sendiri,
Mencari diri sendiri.
Kini di dalam surga,
Suatu ketika di akar rerumputan,
Nanti di dalam air,
Lain kali di darat,
Kelak di udara.
Wns, 28 April 2011
https://donsagundoagemosgaramos.wordpress.com/2014/10/05/hasrat/
Posted on
Yang bodoh dilandanya,
Tak pernah yang arif,
Manusia tak pernah memiliki delapan sifat yang baik,
Penyakit, daya upaya, tamak dan sentuhan dengan benda-benda penyebab rasa nyeri,
Semua menjadi sebab penderitaan.
Ada obat penyembuh penyakit,
Dan kendali ketamakan,
Kata dan benda-benda manis menyelesaikan.
Bagaikan batang baja pijar dimasukkan dalam air,
Pikiran gelisah menikam dalam tubuh,
Air memadamkan api,
Pengetahuan menyejukkan pikiran,
Pikiran tenang,
Tubuhpun santai,
Hasratlah akar segala jadi,
Hasrat membiakkan cinta pada benda-benda duniawi,
Hasrat membiakkan rasa takut,
Laksana api kecil dimasukkan dalam tunggul,
Bergerak menyala,
Membakar akar.
Hasrat, betapa kecilpun,
Tumbuh melahap kebaikan,
Melarikan diri bukanlah menyangkal,
Tapi dialah yang menetap di dunia dengan pandangan jernih.
Hasrat bukanlah sahabat maupun harta,
Hasrat bahkan bukan dirimu sendiri.
Pengetahuan adalah pemadam hasrat terbesar,
Pengetahuan ialah daun mahkota teratai.
Ganaslah haus akan hasrat,
Bagai cacing di dalam hati,
Bagai batang kayu menyala menyantap diri,
Hasrat melalap jiwa,
Laksana hidup takutkan mati,
Kekayaan membikin raja, pencuri, air, api, dan kekerabatan,
Dilanda rasa takut.
Bagaikan umpan di udara dimakan oleh burung-burung,
Di tanah oleh hewan,
Di air oleh ikan.
Harta disantap oleh nasib,
Bagaikan kelekatu dimakan api,
Karena mencintai cahaya.
Manusia jatuh ke dalam godaan,
Digerakkan oleh hasrat,
Ia berputar bagaikan roda,
Tiada hentinya berputar,
Kelana dari penitisan ke penitisan,
Tak kenal diri sendiri,
Mencari diri sendiri.
Kini di dalam surga,
Suatu ketika di akar rerumputan,
Nanti di dalam air,
Lain kali di darat,
Kelak di udara.
Wns, 28 April 2011
https://donsagundoagemosgaramos.wordpress.com/2014/10/05/hasrat/
Posted on
Birahi . . .
Hari keenam angin bertiup dari timur,
Bawa padma berkilauan,
Berdaun mahkota seribu,
Sangatlah harum baunya,
Lihatlah!
Bunga padma yang ajaib,
Pembawa segala keharuman,
Aku akan membawanya kepadamu,
Untuk menyenangkan hatimu.
Buru-buru ke utara,
Melawan angin,
Bagaikan singa marah,
Atau gajah tengah berahi,
Membawa busur bertahta emas dan anak panah naga,
Tanpa takut,
Tanpa kenal lelah,
Untuk satu tujuan saja.
Dengan mendaki,
Tiba di lereng-lereng terjal,
Kaya dengan tetumbuhan yang lebat,
Maju terus,
Telinga menangkap kicau lagu burung-burung jantan, gumam lebah,
Dikipasi wangi-wangian padma,
Lembut bagai belaian seorang ibu.
Menyapu lewat pohon tujuh daun,
Dengan mega menayang di sisi-sisinya,
Gunung-gunung menari,
Kalung-kalung mutiarapun bergoyang,
Anak sungai mendesir,
Jeram-jeram jatuh,
Baju tembus pandangpun terlepas.
Merak-merak berjalan pongah,
Dalam irama gelang kaki bidadari,
Dengan gembira, kembara di sela jaringan binatang melata,
Diawasi rusa yang tanpa takut memamah rumput,
Diawasi juga para yaksa, para gandarwa,
Duduk tak nampak bersama suami-suaminya di gunung,
Diberahikan tubuhnya yang keemasan.
Langkah bagaikan singa berjalan,
Matanya ganas,
Dan berpikir dalam hati,
Aku harus mendapatkan bunga-bunga itu,
Sebelum yang lain menyusul,
Berjalan makin cepat,
Bumi menggelegar,
Gajah-gajah ketakutan,
Menginjak-injak singa, rusa dan macan,
Membantun pepohonan dan mencampakkannya,
Binatang-binatang melata dibinasakan,
Mendaki gunung bagaikan kilat,
Dicabut batang pisang dan dibuangnya,
Selagi hewan-hewan melolong,
Dan burung-burung bersayap basah terbang naik turun,
Tinggi rendah menyentuh tanah.
Terlihat danau itu,
Danau bunga padma dan bunga bakung,
Dikitari batang-batang pisang bergoyang-goyang,
Terjun ke dalamnya,
Bermain dengan air,
Melanjutkan perjalanan,
Meniup nafirinya,
Menepuk-nepuk,
Berteriak,
Gua-gua bergaung,
Singa mengaum,
Gajah menerompet dengan belalainya.
Di tempat melihat pohon jujube berbatang bulat,
Segar, rimbun dan menyehatkan,
Melengkung bagaikan raksasa,
Mengembang lebar,
Berkilauan,
Bergayutan dengan buah yang menitikkan madu yang sedap.
Wns, 28 April 2011
https://donsagundoagemosgaramos.wordpress.com/2014/10/05/birahi/
Posted on
Bawa padma berkilauan,
Berdaun mahkota seribu,
Sangatlah harum baunya,
Lihatlah!
Bunga padma yang ajaib,
Pembawa segala keharuman,
Aku akan membawanya kepadamu,
Untuk menyenangkan hatimu.
Buru-buru ke utara,
Melawan angin,
Bagaikan singa marah,
Atau gajah tengah berahi,
Membawa busur bertahta emas dan anak panah naga,
Tanpa takut,
Tanpa kenal lelah,
Untuk satu tujuan saja.
Dengan mendaki,
Tiba di lereng-lereng terjal,
Kaya dengan tetumbuhan yang lebat,
Maju terus,
Telinga menangkap kicau lagu burung-burung jantan, gumam lebah,
Dikipasi wangi-wangian padma,
Lembut bagai belaian seorang ibu.
Menyapu lewat pohon tujuh daun,
Dengan mega menayang di sisi-sisinya,
Gunung-gunung menari,
Kalung-kalung mutiarapun bergoyang,
Anak sungai mendesir,
Jeram-jeram jatuh,
Baju tembus pandangpun terlepas.
Merak-merak berjalan pongah,
Dalam irama gelang kaki bidadari,
Dengan gembira, kembara di sela jaringan binatang melata,
Diawasi rusa yang tanpa takut memamah rumput,
Diawasi juga para yaksa, para gandarwa,
Duduk tak nampak bersama suami-suaminya di gunung,
Diberahikan tubuhnya yang keemasan.
Langkah bagaikan singa berjalan,
Matanya ganas,
Dan berpikir dalam hati,
Aku harus mendapatkan bunga-bunga itu,
Sebelum yang lain menyusul,
Berjalan makin cepat,
Bumi menggelegar,
Gajah-gajah ketakutan,
Menginjak-injak singa, rusa dan macan,
Membantun pepohonan dan mencampakkannya,
Binatang-binatang melata dibinasakan,
Mendaki gunung bagaikan kilat,
Dicabut batang pisang dan dibuangnya,
Selagi hewan-hewan melolong,
Dan burung-burung bersayap basah terbang naik turun,
Tinggi rendah menyentuh tanah.
Terlihat danau itu,
Danau bunga padma dan bunga bakung,
Dikitari batang-batang pisang bergoyang-goyang,
Terjun ke dalamnya,
Bermain dengan air,
Melanjutkan perjalanan,
Meniup nafirinya,
Menepuk-nepuk,
Berteriak,
Gua-gua bergaung,
Singa mengaum,
Gajah menerompet dengan belalainya.
Di tempat melihat pohon jujube berbatang bulat,
Segar, rimbun dan menyehatkan,
Melengkung bagaikan raksasa,
Mengembang lebar,
Berkilauan,
Bergayutan dengan buah yang menitikkan madu yang sedap.
Wns, 28 April 2011
https://donsagundoagemosgaramos.wordpress.com/2014/10/05/birahi/
Posted on
Dor . . .
Tidak ada jeruji, tidak ada penjagaan yang berlebihan…
Semuanya hamparan alami bagai di dunia bebas…
Menghabiskan waktu menanam kembang, membersihkan rumah, seolah sedia kala belum terjadi…
Di batas yang terlihat hanya samudera membentang…
Di pulau kecil yang jauh dari sahabat, anak dan ibunya…
Jauh dari permainan kegemaran, jauh dari Martell Cordon Bleu…
Jauh dari penderitaan hidup yang diakibatkan hedonisnya kapitalime liberal…
Di sinilah hidup akan diakhiri…
Entah kapan itu akan terjadi…
Hanya Dia dan Republik 1 yang berkonspirasi untuk menghilangkan nyawa…
Di sinilah akan ditemukan kematian, dalam tutupan mata oleh kain hitam…
Bunyi “dor” oleh sniper satu regu, jika berhasil memisahkan raga dengan jiwa…
Atau oleh laras pendek sang kapten bila nyawa begitu kuat melekat dalam jasad…
Di hadapan para kyai, para ahli hukum, mungkin juga di hadapan para ahli nujum…
Darah akan mengalir ke bumi…
Darah itu merah jenderal…
Pada masanya dimandikan, diiringi dengan doa…
Mungkin hanya jasad yang berdoa, semoga arwah diterima di sisiNya…
Silsilah akan ditutup, gelar akan dianugerahkan…
Almarhum…
Pangkat tertinggi dalam penugasan hidup, dalam penciptaanNya atas mahluk…
Selamat menikmati kawan, sahabat, abang, bapak, om, pakde…
Teruntuk: EO di pulau Non Komersial…
Terimakasih atas nama yang kau berikan padaku, Frc
By: Don Sagundo Agemos Garamos
https://donsagundoagemosgaramos.wordpress.com/2014/09/29/dor/
Posted on
Wanita
Siapakah kau, wahai wanita cantik,
Lirikan matamu yang lembut,
Wajahmu bulat bagai purnama,
Suaramu seperti burung kokila,
Matamu bagaikan bunga padma?
Payudaramu yang penuh menyebarkan harum kayu cendana,
Melengkung indah,
Yang bulat dan elok memerlukan untaian bunga emas,
Mirip dengan kuntum-kuntum padma,
Tiada celah bagai buluh di sela-selanya,
Kalau kau berjalan,
Menggeletar,
Membentuk lipat tiga pinggulmu,
Nafsu berahi bangkit dalam diriku.
Pinggangmu yang cantik empat kerutan tempat bermukimnya para dewa,
Dan payudaramu membikin kau runduk,
Menyalakan nafsu berahiku,
Pinggulmu bagaikan tepian sungai,
Bagian bawah membentuk bukit.
Nafasmu menaburkan bau anggur yang agak keras dan birahi,
Bajumu terbuat dari kain yang halus dan tembus pandang,
Di baliknya tampak tubuh membayang bagaikan bulan,
Memancar menembus mega.
Untukmu aku bersedia menduakan istriku,
Menghiasimu dengan karangan bunga dan jubah dan permata,
Mencintaimu seperti mendung penuh hujan,
Mencintai bumi dengan siraman airnya.
Wns, 28 April 2011
https://donsagundoagemosgaramos.wordpress.com/2014/09/29/wanita/
Posted on
Lirikan matamu yang lembut,
Suaramu seperti burung kokila,
Matamu bagaikan bunga padma?
Payudaramu yang penuh menyebarkan harum kayu cendana,
Melengkung indah,
Yang bulat dan elok memerlukan untaian bunga emas,
Mirip dengan kuntum-kuntum padma,
Tiada celah bagai buluh di sela-selanya,
Kalau kau berjalan,
Menggeletar,
Membentuk lipat tiga pinggulmu,
Nafsu berahi bangkit dalam diriku.
Pinggangmu yang cantik empat kerutan tempat bermukimnya para dewa,
Dan payudaramu membikin kau runduk,
Menyalakan nafsu berahiku,
Pinggulmu bagaikan tepian sungai,
Bagian bawah membentuk bukit.
Nafasmu menaburkan bau anggur yang agak keras dan birahi,
Bajumu terbuat dari kain yang halus dan tembus pandang,
Di baliknya tampak tubuh membayang bagaikan bulan,
Memancar menembus mega.
Untukmu aku bersedia menduakan istriku,
Menghiasimu dengan karangan bunga dan jubah dan permata,
Mencintaimu seperti mendung penuh hujan,
Mencintai bumi dengan siraman airnya.
Wns, 28 April 2011
https://donsagundoagemosgaramos.wordpress.com/2014/09/29/wanita/
Posted on
Selamat berjuang
Selamat berjuang
Aku mendengar bahwa kau divonis mati,
Kami tidak bisa menghalangimu untuk menjalaninya,
Tidak pula menghalangi negara untuk tidak menunaikannya.
Bila waktumu kelak telah siap,
Kami titipkan pesan kepada-Nya harapan hidup bagi kami.
Hanya doa, tak lebih dari itu kami sertakan, Bila hari itu telah tiba.Kau telah kehilangan segalanya,
Kau telah kehilangan bulan dan bintang hidupmu,
Bahkan sebelum mereka kehilangan kau.
Tetapi kau belum kehilangan kami,
Anak-anakmu, teman-temanmu, Saudara-saudaramu yang diikatkan bukan oleh darah,
Tetapi hanya oleh perjuangan hidup.
Kau juga belum kehilangan Tuhan-mu,
Selamat menjalaninya,
Teruntuk: Om EO
Dalam prodeo di Lembah Tidar
https://donsagundoagemosgaramos.wordpress.com/2014/09/29/26/
Posted on
Aku mendengar bahwa kau divonis mati,
Kami tidak bisa menghalangimu untuk menjalaninya,
Tidak pula menghalangi negara untuk tidak menunaikannya.
Bila waktumu kelak telah siap,
Kami titipkan pesan kepada-Nya harapan hidup bagi kami.
Hanya doa, tak lebih dari itu kami sertakan, Bila hari itu telah tiba.Kau telah kehilangan segalanya,
Kau telah kehilangan bulan dan bintang hidupmu,
Bahkan sebelum mereka kehilangan kau.
Tetapi kau belum kehilangan kami,
Anak-anakmu, teman-temanmu, Saudara-saudaramu yang diikatkan bukan oleh darah,
Tetapi hanya oleh perjuangan hidup.
Kau juga belum kehilangan Tuhan-mu,
Selamat menjalaninya,
Teruntuk: Om EO
Dalam prodeo di Lembah Tidar
https://donsagundoagemosgaramos.wordpress.com/2014/09/29/26/
Posted on
Sayangku,,,
Sayangku,
Aku sebenarnya telah berjanji dalam diriku untuk kembali padamu,
Padamu dan pada anak-anakmu yang telah merindukan aku.
Kurasakan betapa aku juga merindukan bau keringat kelekmu,
Dan aku ingin bersembunyi di antara kedua belah kelekmu itu,
Kurindukan juga untaian ikal rambutmu yang terurai bak mie kering yang baru dibuka dari bungkus plastiknya,
Kurindukan kau mencabuti uban rambutku, yang telah bertambah barang tiga atau helai setiap hari,
Entah berapa helai sudah ada di kepalaku saat ini,
Elusan tanganmu pada kepalaku, kurasakan begitu nikmat,
Sehingga akan membuat aku tertidur pulas satu malam satu hari,
Pengganti hari-hariku yang tak pernah menikmatinya sejak meninggalkanmu,
Hingga aku mendengar tangis anak-anakmu untuk membangunkan aku.
Persetan dengan bisikan iblis, bahwa aku kembali dalam pangkuan kekasihku yang lama,
Aku hanya ingin mengatakan kepadanya,
Bahwa aku masih menyayanginya,
Tidak mencintainya,
Tidak pula menganggapnya sebagai bongkahan daging yang lezat untuk kusantap,
Aku hanya inginkan maaf,
Bahwa aku telah meninggalkannya untuk hidup bersamamu,
Menghapus rasa dendam yang bertahun-tahun ada dalam luka di hatinya.
Aku memang bercanda dengannya untuk mengobati luka dalamnya itu,
Tapi dia sudah menjadi temanku,
Sedangkan kau adalah temanku, adekku dan istriku,
Yang melahirkan bagiku anak-anakmu yang cerewet dan keras kepala itu.
Sayangku,
Aku percaya engkau bukan iblis dan aku bukan Tuhan,Yang bisa berkonspirasi menyelesaikan hidup kita,
Kita hanyalah wayang dari pada dia & Dia.
Sekali lagi,
Maafkan aku,
Aku akan kembali kepadamu.
For you,
Vrc. S. Kristianti.
Cc : Fr. GACLT; Fr. RYCLT
White House, 3rd floor,
Friday, February, 4th, 2011
Aku sebenarnya telah berjanji dalam diriku untuk kembali padamu,
Padamu dan pada anak-anakmu yang telah merindukan aku.
Kurasakan betapa aku juga merindukan bau keringat kelekmu,
Dan aku ingin bersembunyi di antara kedua belah kelekmu itu,
Kurindukan juga untaian ikal rambutmu yang terurai bak mie kering yang baru dibuka dari bungkus plastiknya,
Kurindukan kau mencabuti uban rambutku, yang telah bertambah barang tiga atau helai setiap hari,
Entah berapa helai sudah ada di kepalaku saat ini,
Elusan tanganmu pada kepalaku, kurasakan begitu nikmat,
Sehingga akan membuat aku tertidur pulas satu malam satu hari,
Pengganti hari-hariku yang tak pernah menikmatinya sejak meninggalkanmu,
Hingga aku mendengar tangis anak-anakmu untuk membangunkan aku.
Aku bertanya kepadamu,Apakah aku seperti ASU,
Yang setiap kali melihat bongkahan daging, ingin menyantapnya?
Yang setiap kali melihat bongkahan daging, ingin menyantapnya?
Bukan sayangku,
Menurutku aku adalah HARIMAU,
Yang memakan daging yang menurutnya pantas untuk dimakannya,
Dan ketika ia sudah kenyang,
Ia hanya membunuh mangsa yang tidak diinginkannya,
Dan meninggalkannya untuk dimakan oleh BINATANG lain yang ingin membutuhkan makan daripadanya,
Selebihnya hanya akan mengaum untuk menjaga daerah kekuasaannya dari gangguan musuh-musuhnya,
Terkadang dia harus bertarung mempertahankannya,
Hingga ia harus terluka dan sangat kelelahan,
Hingga tiba waktunya untuk menyantap,
Dan meminum air dari padamu lagi.
Persetan dengan bisikan iblis, bahwa aku kembali dalam pangkuan kekasihku yang lama,
Aku hanya ingin mengatakan kepadanya,
Bahwa aku masih menyayanginya,
Tidak mencintainya,
Tidak pula menganggapnya sebagai bongkahan daging yang lezat untuk kusantap,
Aku hanya inginkan maaf,
Bahwa aku telah meninggalkannya untuk hidup bersamamu,
Menghapus rasa dendam yang bertahun-tahun ada dalam luka di hatinya.
Aku memang bercanda dengannya untuk mengobati luka dalamnya itu,
Tapi dia sudah menjadi temanku,
Sedangkan kau adalah temanku, adekku dan istriku,
Yang melahirkan bagiku anak-anakmu yang cerewet dan keras kepala itu.
Tetapi maaf sayangku,
Janjiku dalam hatiku tidak aku tepati,
Aku masih berkeliling menjaga perbatasan-perbatasan,
Bagiku ini adalah pertarungan terakhirku,
Dan aku tidak tahu,
Apakah aku sampai dalam pangkuan dua belah pahamu yang mulus itu,
Dalam keadaanku yang hidup,
Atau aku sudah menjadi bangkai,
Sama seperti pertama kali aku bersembunyi di dalamnya,
Aku tidak tahu apakah akan selamanya bisa menikmatinya,
Ataukah sampai batas dimana aku terakhir kali ada di sana dengan tangisanmu dan anak-anakmu itu,
Sebab selalu aku berfikir bahwa inilah pertarunganku yang terakhir,
Dan aku hanya ingin mempersiapkan itu untuk anak-anakmu,
Agar mereka menjaga perbatasan-perbatasan yang telah aku buat ini.
Sayangku,
Aku percaya engkau bukan iblis dan aku bukan Tuhan,Yang bisa berkonspirasi menyelesaikan hidup kita,
Kita hanyalah wayang dari pada dia & Dia.
Sekali lagi,
Maafkan aku,
Aku akan kembali kepadamu.
For you,
Vrc. S. Kristianti.
Cc : Fr. GACLT; Fr. RYCLT
White House, 3rd floor,
Friday, February, 4th, 2011
Apakah Kita Benar-benar Telah Lupa Apa Itu Cinta . . . ?
Crystal Bernard
No wonder my heart is aching,
On the verge of breaking down,
The way we mistreat each other,
What we're becoming now,
Have we forgotten what love is?
Remember when love was patient,
Everything good and kind,
The feeling we felt together,
As our souls entwined,
Have we forgotten what love is?
Cause love,
Holds no record of wrongs,
And love,
Is both gentle and strong,
It can't be spoken or promised,
It has to be shown,
Have we forgotten what love is?
I hear the voice of a distant angel,
Reminding me and you,
Love is not an expectation,
Or something we failed to do,
Have we forgotten what love is?
Subscribe to:
Posts (Atom)