Thursday, December 1, 2016

Wanita

Siapakah kau, wahai wanita cantik,
Lirikan matamu yang lembut,
Wajahmu bulat bagai purnama,
Suaramu seperti burung kokila,
Matamu bagaikan bunga padma?
Payudaramu yang penuh menyebarkan harum kayu cendana,
Melengkung indah,
Yang bulat dan elok memerlukan untaian bunga emas,
Mirip dengan kuntum-kuntum padma,
Tiada celah bagai buluh di sela-selanya,
Kalau kau berjalan,
Menggeletar,
Membentuk lipat tiga pinggulmu,
Nafsu berahi bangkit dalam diriku.

Pinggangmu yang cantik empat kerutan tempat bermukimnya para dewa,
Dan payudaramu membikin kau runduk,
Menyalakan nafsu berahiku,
Pinggulmu bagaikan tepian sungai,
Bagian bawah membentuk bukit.

Nafasmu menaburkan bau anggur yang agak keras dan birahi,
Bajumu terbuat dari kain yang halus dan tembus pandang,
Di baliknya tampak tubuh membayang bagaikan bulan,
Memancar menembus mega.

Untukmu aku bersedia menduakan istriku,
Menghiasimu dengan karangan bunga dan jubah dan permata,
Mencintaimu seperti mendung penuh hujan,
Mencintai bumi dengan siraman airnya.

Wns, 28 April 2011

https://donsagundoagemosgaramos.wordpress.com/2014/09/29/wanita/
Posted on

Selamat berjuang

Selamat berjuang

Aku mendengar bahwa kau divonis mati,
Kami tidak bisa menghalangimu untuk menjalaninya,
Tidak pula menghalangi negara untuk tidak menunaikannya.
Bila waktumu kelak telah siap,
Kami titipkan pesan kepada-Nya harapan hidup bagi kami.

Hanya doa, tak lebih dari itu kami sertakan, Bila hari itu telah tiba.Kau telah kehilangan segalanya,
Kau telah kehilangan bulan dan bintang hidupmu,
Bahkan sebelum mereka kehilangan kau.


Tetapi kau belum kehilangan kami,
Anak-anakmu, teman-temanmu, Saudara-saudaramu yang diikatkan bukan oleh darah,
Tetapi hanya oleh perjuangan hidup.
Kau juga belum kehilangan Tuhan-mu,
Selamat menjalaninya,

Teruntuk: Om EO
Dalam prodeo di Lembah Tidar

https://donsagundoagemosgaramos.wordpress.com/2014/09/29/26/

Posted on

Sayangku,,,

Sayangku,

Aku sebenarnya telah berjanji dalam diriku untuk kembali padamu,
Padamu dan pada anak-anakmu yang telah merindukan aku.
Kurasakan betapa aku juga merindukan bau keringat kelekmu,
Dan aku ingin bersembunyi di antara kedua belah kelekmu itu,
Kurindukan juga untaian ikal rambutmu yang terurai bak mie kering yang baru dibuka dari bungkus plastiknya,
Kurindukan kau mencabuti uban rambutku, yang telah bertambah barang tiga atau helai setiap hari,
Entah berapa helai sudah ada di kepalaku saat ini,
Elusan tanganmu pada kepalaku, kurasakan begitu nikmat,
Sehingga akan membuat aku tertidur pulas satu malam satu hari,
Pengganti hari-hariku yang tak pernah menikmatinya sejak meninggalkanmu,
Hingga aku mendengar tangis anak-anakmu untuk membangunkan aku.

Aku bertanya kepadamu,Apakah aku seperti ASU,
Yang setiap kali melihat bongkahan daging, ingin menyantapnya?
Bukan sayangku,
Menurutku aku adalah HARIMAU,
Yang memakan daging yang menurutnya pantas untuk dimakannya,
Dan ketika ia sudah kenyang,
Ia hanya membunuh mangsa yang tidak diinginkannya,
Dan meninggalkannya untuk dimakan oleh BINATANG lain yang ingin membutuhkan makan daripadanya,
Selebihnya hanya akan mengaum untuk menjaga daerah kekuasaannya dari gangguan musuh-musuhnya,
Terkadang dia harus bertarung mempertahankannya,
Hingga ia harus terluka dan sangat kelelahan,
Hingga tiba waktunya untuk menyantap,
Dan meminum air dari padamu lagi.

Persetan dengan bisikan iblis, bahwa aku kembali dalam pangkuan kekasihku yang lama,
Aku hanya ingin mengatakan kepadanya,
Bahwa aku masih menyayanginya,
Tidak mencintainya,
Tidak pula menganggapnya sebagai bongkahan daging yang lezat untuk kusantap,
Aku hanya inginkan maaf,
Bahwa aku telah meninggalkannya untuk hidup bersamamu,
Menghapus rasa dendam yang bertahun-tahun ada dalam luka di hatinya.
Aku memang bercanda dengannya untuk mengobati luka dalamnya itu,
Tapi dia sudah menjadi temanku,
Sedangkan kau adalah temanku, adekku dan istriku,
Yang melahirkan bagiku anak-anakmu yang cerewet dan keras kepala itu.

Tetapi maaf sayangku,
Janjiku dalam hatiku tidak aku tepati,
Aku masih berkeliling menjaga perbatasan-perbatasan,
Yang kiranya masih didatangi pemangsa-pemangsa lain,
Bagiku ini adalah pertarungan terakhirku,
Dan aku tidak tahu,
Apakah aku sampai dalam pangkuan dua belah pahamu yang mulus itu,
Dalam keadaanku yang hidup,
Atau aku sudah menjadi bangkai,
Sama seperti pertama kali aku bersembunyi di dalamnya,
Aku tidak tahu apakah akan selamanya bisa menikmatinya,
Ataukah sampai batas dimana aku terakhir kali ada di sana dengan tangisanmu dan anak-anakmu itu,
Sebab selalu aku berfikir bahwa inilah pertarunganku yang terakhir,
Dan aku hanya ingin mempersiapkan itu untuk anak-anakmu,
Agar mereka menjaga perbatasan-perbatasan yang telah aku buat ini.

Sayangku,
Aku percaya engkau bukan iblis dan aku bukan Tuhan,Yang bisa berkonspirasi menyelesaikan hidup kita,
Kita hanyalah wayang dari pada dia & Dia.

Sekali lagi,
Maafkan aku,
Aku akan kembali kepadamu.

For you,
Vrc. S. Kristianti.
Cc : Fr. GACLT; Fr. RYCLT
White House, 3rd floor,

Friday, February, 4th, 2011

Apakah Kita Benar-benar Telah Lupa Apa Itu Cinta . . . ?



Crystal Bernard


No wonder my heart is aching,
On the verge of breaking down,
The way we mistreat each other,
What we're becoming now,
Have we forgotten what love is?

Remember when love was patient,
Everything good and kind,
The feeling we felt together,
As our souls entwined,
Have we forgotten what love is?

Cause love,
Holds no record of wrongs,
And love,
Is both gentle and strong,
It can't be spoken or promised,
It has to be shown,
Have we forgotten what love is?

I hear the voice of a distant angel,
Reminding me and you,
Love is not an expectation,
Or something we failed to do,
Have we forgotten what love is?

Wednesday, November 30, 2016

Di tepian danau itu, aku pernah jatuh cinta . . .




(Untuk: Ito Marionda Lina boru Sinaga).

Di pinggir danau ini, Aku pernah menari, “sitalasari”,
Juga ”tadingmaham botou”,
Meski, aku akan kembali lagi.

Kemana tepian yang dulu tempat aku mandi, bersamanya, tak ada lagi.
Di tepian itu aku pernah jatuh cinta, meski tak jadi.

Lama,
Lama sudah aku tak kemari,
Belasan tahun, tak bisa kukabari,
Aku dipasung,
Bersama kaumku.

Hari ini aku datang bukan menagih janji,
Atau ingin mewujudkan mimpi.
Aku rindu, kecipak air danau ini,
Di petang hari.

Parapat, 23 Mei 1981
Dari : Kumpulan sajak Astaman Hasibuan
Ditulis kembali 7 Maret 2016

Jogjakarta



Pulang ke kotamu,
Ada setangkup haru dalam rindu,
Masih seperti dulu,
Tiap sudut menyapaku bersahabat,
Penuh selaksa makna.

Terhanyut aku akan nostalgia,
Saat kita sering iuangkan waktu,
Nikmati bersama suasana jogja.
Di persimpangan langkahku terhenti,
Ramai kaki lima,
Menjajakan sajian khas berselera,
Orang duduk bersila.
Musisi jalanan mulai beraksi,
Seiring laraku kehilanganmu,
Merintih sendiri,
Ditelan deru kotamu.

Walau kini kau tlah tiada tak kembali,
Namun kotamu hadirkan senyummu abadi,
Ijinkanlah aku untuk slalu pulang lagi,
Bila hati mulai sepi tanpa terobati.


Bahagia . . .

Bahagia tidak selalu berarti mendapatkan apa yang kamu inginkan.
Bahagia berarti mencintai apa yang kamu miliki dan bersyukur karenanya.

---Djoko---

aja katungkul ngilani panjangkahe wong liya . . .


Dadiyo wong kang titen gaten lan open